MENU

TA'RIIFU NAFSII

My photo
Call me "James". I was taught and trained since childhood by my parents to be a strong and broad-minded and the adventurous life since childhood I go abroad and learn all the essence of life on earth 'now, I'm still studying in Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga INDONESIA.He he,,!

Thursday, December 30, 2010

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIVE


1. Dipersimpangan Jalan
Bila anda sebagai musafir sendirian, dan melihat ke arah depan, terdapat dua simpang jalan, yang pertama jalan yang sulit, mendaki ke atas gunung; dan yang kedua mudah dan menurun ke lembah. Jalan yang pertama tadi terdapat tebing-tebing, batu yang berserakan, berduri dan berlubang, sulit dilalui dan sukar dijalani, namun di depannya terdapat plang yang didirikan oleh Pemerintah dengan kata-kata: "Jalan ini terdapat tebing yang awal mulanya, dan sulit dijalani, namun jalan inilah yang benar, yang sampai ke kota besar itu, dan sampai kepada tujuan".
Jalan yang kedua, jalan yang mudah ditempuh, ternaung oleh pohon-pohonan, penuh dengan bunga-bungaan dan buah-buahan, di samping kanan dan kirinya terdapat hal yang lucu dan permainan-permainan, di sana terdapat segala macam yang menyenangkan hati, menyejukkan pandangan, mengasikkan pendengaran; namun di sana terpampang suatu plang yang tertulis, bahwa jalan ini menghawatirkan dan membinasakan, yang akhirnya membawa maut dan kebinasaan yang sangat mengerikan.
Jalan manakah yang anda tempuh?
Tidak ragu lagi bahwa hawa nafsu itu condong kepada yang mudah, bukan yang sulit, yang enak bukan yang lara, suka kepada kebebasan, benci kepada keterikatan, inilah fitrah yang telah diciptakan oleh Allah; andaikan manusia membiarkan hawa nafsunya dan melepasnya, maka ia akan memilih jalan yang kedua, namun akal menyusup dan mempertimbangkan antara kesenangan sementara yang akibatnya mendapatkan kesengsaraan yang abadi, dengan kesengsaraan yang sebentar dimana setelah itu terdapat kesengsaraan yang kekal, sudah barang tentu ia akan memilih jalan yang pertama. Inilah contoh jalan syurga dan jalan neraka.
Jalan neraka adalah jalan yang lezat dan menyenangkan, kecondongan nafsu, keinginan hawa, memandang keindahan dan corak ragamnya, terdapat respon bagi syahwat dan kelezatannya, ia akan mengambil harta dengan segala cara harta menjadi kesenangan dan kecintaannya, terdapat kebebasan dan kemerdekaan, sedang nafsu menghendaki kemerdekaan dan kebebasan.
Jalan ke syurga adalah jalan yang sukar dan payah, terdapat di dalamnya ikatan dan batasan, tidak sesuai dengan selera nafsu, menjauhi hawa. Namun kesengsaraan yang sebentar ini, akan mendapatkan kelezatan yang abadi, di akherat kelak. Kesenangan yang sebentar akan mendapatkan kelaraan yang abadi di neraka jahanam. Ibarat seorang murid yang akan menghadapi ujian ia rela bersusah payah menghindari lingkungan keluarga, menyingkirkan apa yang mudah dan mencari kesenangannya menyendiri dengan kitab dan buku, setelah dia mengalami kepayahan itu ternyata mendapatkan kelulusan; juga seperti halnya orang yang sakit bersabar menahan panas dingin dari memakan makanan yang dilarang dokter sehingga setelah itu mendapatkan kesehatan yang membahagiakan.
Allah membentangkan di hadapan kita dua jalan dan Allah memberikan kepada kita kesanggupan untuk membedakan dua jalan tersebut, kita mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, apakah yang alim atau yang jahil, yang besar dan yang kecil, mereka merasa lega hatinya bila berbuat kebajikan, dan grogi apabila melakukan kejelekan. Kesengsaraan ini bukan hanya dimiliki oleh manusia saja, bahkan hewan pun mempunyainya, seekor kucing apabila diberi sekerat daging, maka dia memakannya di hadapanmu, pelan-pelan dengan tenangnya, namun apabila dia mencurl daging sekerat, maka ia menjauh, memakannya cepat-cepat, matanya melirik kepadamu takut ketahuan dan pasti akan dihardiknya. Bukankah berarti bahwa makan daging yang pertama adalah haknya, sedang yang kedua adalah bukan haknya?.
Bukankah ini perbedaan antara hak dan bathil, halal dan haram?.
Anjing apabila telah berbuat baik kepada majikannya, maka ia menunjukkan kejinakannya, seolah-olah meminta santunan, namun apabila berdosa kepada majikannya, maka dia menjauhinya, mengipas-ngipaskan buntutnya, seolah-olah menunjukkan keberatannya atau menunggu hardiknya.
Inilah ta'wilnya firman Allah:
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (البلد 10)
"Dan telah kami tunjukkan kepadanya dua jalan"
Untuk mengajak ke jalan syurga, Allah mengangkat petugas dan menunjukkan ke jalannya yaitu para Nabi, sebagaimana penganjur jalan neraka, mengajak dan mendorong kepadanya, yaitu syaitan. Allah menjadikan para Ulama sebagai pewaris para Nabi. Fatimah binti Muhammad tidak diwarisi harta dan sebidang tanah, namun para ulama mewarisi tugas da'wah. Barangsiapa yang menjalankan tugas sebagaimana tugas Rasul, maka dia berhak menyandang kemuliaan warisan ini.
Da'wah ini sulit, karena nafsu manusia diciptakan untuk condong kepada kebebasan, sedang agama mengikatnya, kebebasan mencari kenikmtan sedang agama mengekangnya. Barangsiapa yang mengajak kepada fasik dan maksiat, maka itulah yang sesuai dengan tabeat hawa nafsu, ia berjalan ibarat jalannya air yang mengalir ke tempat yang rendah.
Sulit menaikkan air ke atas gunung, menggalinya dengan susah payah, sedang air turun menuruti lembah. Apabila engkau menghendaki untuk mengembalikannya ke atas lagi maka tidak akan bisa kecuali dengan pengorbanan, kepayahan dan biaya yang banyak. Batu yang di atas jurang, tidaklah perlu membuang tenaga ia hanya mendorong sedikit saja akan turun dengan sendirinya ke sasaran yang ditujunya, tanpa susah payah, namun untuk mengembalikan batu itu ke atas, maka akan mengalami kepayahan dan kesulitan. Demikian juga dengan keadaan manusia.
Seorang kawan yang buruk berkata kepadamu, bahwa di sana terdapat seorang wanita yang cantik, polos tanpa pakaian, maka nafsumu condong kepada hal tersebut, keinginanmu mendorong kepadanya, dan dirayu oleh seribu syaitan, engkau tidak terasa lagi bahwa engkau telah sampai kepada pintu gerbangnya; dan apabila datang orang yang memperingatkan untuk berpaling kepadanya, maka sulit dirimu untuk mengijabah peringatan tersebut melawan kecondongan hawa nafsu dan kehendak hatimu.
Pengajak keburukan tidaklah sulit dan tidak perlu membuang tenaga, tetapi kalau mengajak kebaikan, dan kesadaran amatlah sukar dan payah, sebab pengajak keburukan itu didorong oleh hawa nafsu kepada wanita, dan keinginan terhadap yang haram serta segala yang menyenangkan mata dan telinga serta keenakan hati dan jasad; adapun pengajak kebenaran tidak terdapat hal tersebut kecuali penolakan.
Engkau melihat seorang remaja yang polos, ia condong untuk menampakkan kecantikannya, kemudian penda'wah menga-takan kepadamu "Pejamkan mata dan jangan melihat kepadanya". Seorang pedagang mendapatkan laba dari riba, dengan mudah tanpa payah dan nafsu condong kepadanya, seorang da'i menegurnya "Tinggalkanlah perbuatan itu dan berpalinglah, dan janganlah tanganmu menjamahnya". Seorang pegawai melihat kawannya yang memungut uang suap, dia mendapatkan uang dalam sedetik yang mengimbangi gaji enam bulan ia menggambarkan betapa leluasanya belanja dan terpenuhinya kebutuhan; dan kawan itu berkata kepadanya "Janganlah engkau pungut suap itu dan janganlah bersenang-senang dengannya", berkata kepada mereka: "Apakah kau tinggalkan kelezatan yang sudah ada dan sudah di tangan untuk mendapatkan kelezatan yang akan datang yang masih di awang-awang, meninggalkan apa yang sudah kelihatan dan tampak di hadapan kita dan mengejar apa yang belum tentu, yang tidak kelihatan dan tampak di hadapan kita... Kerjakanlah sesuai dengan kehendak hatimu, semua itu sangat berat pada diri kita dan tidak bisa diingkari bahwa kesucian agama adalah sangat berat, oleh karena itu Allah menyampaikan dalam Al-Qur'an:
إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْك قَوْلاً ثَقِيْلاً (المزمل 5).
"Sungguh Kami akan sampaikan kepadamu tugas yang berat"
Memang setiap barang yang tinggi, itu beban yang berat bagi nafsu. Seorang murid meninggalkan kemalasan dan menghadapi pelajaran adalah berat, seorang yang nyenyak tidur meninggalkan tempat tidur dan bangun melakukan shalat subuh itu sangat berat, seorang prajurit meninggalkan keluarga dan anak-anak untuk menuju ke medan juang adalah sangat berat.
Oleh karenanya orang yang durhaka itu lebih banyak dari pada orang yang sholeh, orang yang terjun ke jalan kesesatan itu lebih banyak dari pada orang yang berjalan di jalan lurus. Mengikuti kebanyakan orang tanpa adanya pemandangan dan dalil itu akan menyesatkan penganutnya pada suatu waktu. Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِى اْلأَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ (الانعام: 116).
"Dan jika engkau mentaati kebanyakan orang yang berada di atas bumi ini, maka mereka akan menyesatkan engkau dari jalan Allah".

Andaikan yang sedikit itu bukan merupakan sifat yang tinggi, maka banyaklah orang mendapatkannya dan kebesaran itu banyak terdapat, dan tidak sedikit orang yang istimewa, yang pandai dan pahlawan pilihan.
Para Nabi dan pewarisnya yaitu pada Ulama adalah penganjur ke jalan syurga, sedangkan syaitan adalah pendukung dari orang-orang yang membinasakan dirinya, mereka adalah pengajak ke jalan neraka.
Dalam diri kita kadang-kadang sebagai pembela ini dan pembela itu, dan dalam diri kita terdapat perang antara tentara Nabi dan tentara syaitan. Prajurit Nabi adalah akal, sedangkan prajurit syaitan adalah hawa nafsu angkara-murka.
2. Akal dan Nafsu
Kini engkau bertanya apakah akal itu dan apa pula nafsu itu?.
Dalam kesempatan ini kami tidak akan membicarakan tentang definisi kedua hal tersebut karena merupakan kegelapan yang melingkupi kebodohan kita, ilmu belum mampu menerangkannya. Kita semua mengatakan "Aku mengatakan pada diriku" atau "Akalku mengatakan kepadaku", maka apakah engkau dan apakah dirimu?, mana dirimu dan mana akalmu? Hal ini tidak begitu jelas, dan bukanlah disini pula aku bertugas untuk membuka tabir sekarang ini, namun aku berusaha untuk menjelaskannya dengan contoh-contoh yang konkrit.
Kini engkau berada pada malam hari di waktu penghujan, engkau menikmati tidur itu dengan selimut yang hangat, pulas dengan enaknya kemudian tiba-tiba terdengar ketukan orang yang memperingatkan mengajak shalat kepadamu, kemudian dari dalam dirimu berkata "Bangun! Ayo pergi shalat!". Apabila engkau bangun dan terdapat pula suara yang lain mengatakan: "Tidurlah sebentar". Suara pertama menyahut shalat lebih baik, kemudian suara kedua menegur lagi "Tidur lebih enak waktu masih panjang, sebentar lagi".Kedua suara tersebut selalu saut-menyahut "bangun, tidur, bangun, tidur". Inilah yang disebut akal, dan itu yang disebut nafsu. Contoh ini dapat dikembangkan dengan seribu satu macam. Di kala manusia dihadapkan dalam suatu masalah, maka ia berada dalam suatu dimana ia sedang menghadapi hal yang mengasyikkan dalam keharaman yang akan menjerumus-kannya, namun bagi orang yang tertanam dalam hatinya, mendorong akalnya untuk mencegah perbuatan tersebut. Dan dengan dasar kemenangan akal inilah ukuran keimanan seseorang.
Hal ini bukan berarti akal itu akan selalu mendapatkan kemenangan dan seorang muslim selalu akan menjauhi kemaksiatan selama-lamanya, sedangkan Islam adalah merupa-kan agama fitrah, agama kenyataan, sedangkan kenyataan bahwa Allah telah menciptakan makhluk yang ta'at secara mulus dan hanya untuk ibadah semata-mata, yaitu Malaikat dan Allah tidak menjadikan kita sebagai Malaikat. Allah pula menciptakan makhluk yang peker-jaannya hanya maksiat dan kufur, ialah syaitan, sedangkan kita bukanlah sejenis syaitan. Allah telah menciptakan makhluk yang tidak diberi akal dia hanya diberi insting, tidak dikenakan taklif dan tidak diminta pertanggungjawaban, ia adalah binatang ternak dan binatang buas, sedang kita bukanlah binatang buas atau ternak.


3. Siapakah manusia itu ?
Manusia adalah makhluk yang istimewa, di dalamnya terdapat unsur malaikat, unsur syaitan, unsur binatang dan kebuasan. Apabila dia terbenam dalam ibadah, dan member-sihkan hatinya ketika munajat kehadirat Allah, merasakan kelezatan iman dalam lintasan tajalli, maka dalam diri manusia tersebut terdapat sifat kemalaikatan, mirip dengan malaikat yang tidak maksiat kepada Allah atas segala perintah-Nya dan melakukan segala apa yang dititahkan-Nya.
Apabila manusia melawan kepada penciptanya, inkar kepada Tuhannya, maka kufurlah dia, atau mensekutukannya dalam ibadah selain Allah, maka dalam hal ini manusia terhinggapi oleh sifat kesyaitanan.
Apabila manusia terhinggapi oleh kemarahan, membulat-kan kefanatikannya, mendidih darahnya, mengeraskan sendi-sendinya, tidak memperhitungkan panjang lebar, kemudian menggigitkan giginya dan menunjukkan kekokohan kukunya, mencekam lehernya dengan jari-jari tangannya, kemudian menggeram dengan men-dengus-dengus, maka terdapatlah dalam diri manusia sifat kebuasan, tidaklah berbeda manusia pada saat itu dengan macan tutul atau harimau.
Dan apabila manusia merasakan lapar, haus, maka tidak dipikir lagi kalau ada roti di hadapannya, yang penting penuh perutnya, gelas yang penuh dengan minuman, pokoknya dapat terbasahi kerongkongan, atau juga hanya memuaskan syah-watnya belaka. Jiwanya dikuasai oleh kebutuhan nalurinya, kemudian darahnya mendidih, dan timbul keringatnya, hatinya terpenuhi oleh hayalan yang mengasyik-kan, maka manusia pada saat itu termasuk sifat kebinatangan, maka hal ini manusia tak begitu berbeda dengan penjalu atau kuda, atau apa saja yang setaraf dengan sebutan itu.

4. Baik dan buruk
Inilah hakekat manusia, ia menerima hal yang baik dan menerima pula hal yang buruk. Allah telah memberikan dua hal tersebut kepada manusia. Untuk membedakan keduanya Allah memberikan kepada manusia, juga suatu kehendak yang sanggup menentukan salah satunya. Jika manusia pandai menggunakan akalnya secara baik, dan menggunakan kehendaknya untuk meluluskan perbuatan yang baiknya, dan berkehendak untuk mempersiapkan dirinya bagi kebaikan sehingga lulus dan terwujud, maka di akherat ia akan mendapatkan kebahagiaan. Dan apabila terjadi sebaliknya, maka dia akan mendapat siksaan neraka.
Benar bahwa nafsu secara tabi'i adalah merdeka, sedangkan agama adalah pengikatan, namun tidak boleh tidak harus ada ikatan. Andaikan dibiarkan datangnya kekejian sebagaimana kehendak hawa nafsu yang merdeka, maka terjadilah kekacauan dalam masyarakat, karena kemerdekaan yang mutlak hanya dimiliki oleh orang gila. Orang gila mengerjakan apa yang tergores di hatinya, berjalan di tengah jalan dengan telanjang bulat, menaiki mobil umum di atas kapnya, dia menganggap bahwa pakaian yang kau pakai adalah baik kemudian dimintanya dengan paksa, dia mencintai anakmu, kemudian dia ambil dengan perkosaan tanpa perdamaian.
Orang gila adalah orang yang merdeka secara mutlak, adapun orang yang berakal, maka akalnyalah yang mengikat kemerde-kaannya. Kalau begitu apa akal itu? Akal adalah ikatan, karena lafalnya terambil dari (Al-Iqal) yakni tali, yang mengikat unta. Hikmah juga berasal dari kata (hakamatid-daabatu) yakni tali pengikat binatang ternak. Kebudayaan adalah ikatan, karena tidak seenaknya engkau bertindak, bahkan engkau wajib memelihara hak orang lain dan kepentingan masyarakat.
Keadilan adalah ikatan, karena ia menaruh batasan kepada kemerdekaanmu, dan kemerdekaan tetanggamu.
Kemudian dari pada itu, kemaksiatan adalah enak, karena sesuai dengan selera nafsu, engkau merasa asyik mendengar-kan ghibah (mencela orang lain) karena engkau merasa bahwa engkau lebih baik dari pada orang lain dan lebih utama. Maling adalah enak, karena mendapatkan harta tanpa kepayahan dan kesulitan. Zina adalah enak karena sesuai dengan dorongan hawa nafsu dan mendapatkan apa yang diinginkannya.
Spekulasi dalam ujian adalah enak, karena mendapat kenaikan tanpa kesungguhan. Lari dari tanggung jawab adalah enak karena kesenangan dan kemalasan.
Namun manusia ketika berfikir dan menggunakan akalnya maka didapati bahwa kemerdekaan yang sifatnya temporer, sama dengan setelah itu dipenjarakan dalam neraka jahannam, lezatnya keha-raman itu tidak terlepas dari pada siksaan.
Siapa yang mau membikin kontrak setahun lamanya, kita beri keleluasaan untuk mendapatkan harta sepuasnya, kita tempatkan ke dalam gedung yang ia kehendaki, dalam negara yang dia pilih, mendapatkan isteri sekehendaknya, dua, tiga, empat, andaikan dia mau mencerai salah satunya, dan kawin pada esok harinya, dan kita tidak melarang apa yang dia kehendakinya, namun apabila telah selesai, maka dia harus digantung sampai mati.
Tidaklah berguna kelezatan setahun setelah itu kematian, tidaklah dapat menggambarkan kengerian tiang gantung, kemudian tidak berfikir kelangkaan tangannya, padahal kesakitan di tiang gantung hanya setengah detik dan siksa akherat adalah selama-lamanya.
Tidak ada seorangpun diantara kita yang merasa puas dalam seumur hidupnya karena berbuat maksiat, dan tidak didapati keenakan karena berbuat maksiat ini, paling sedikit dia memilih keenakan tidur dan tidak bangun untuk menunaikan ibadah subuh, maka apakah masih sampai sekarang kelezatan yang telah kita rasakan sepuluh tahun yang lalu?. Dan tidak ada seorangpun di antara kita yang membenci dirinya karena berbuat ta'at dan tidak merasa berat memikul kelaraan ta'at, sedikitnya merasakan lapar dan haus pada bulan Ramadhan, apakah masih terasa kelaraan itu sampai sekarang?. Yang telah kita jalani sepuluh tahun yang lalu?.
Kini telah lenyap kenikmatan maksiat dan kekallah siksanya, dan kini telah lenyap pula kelaraan ta'at dan bersisalah pahalanya.
Waktu kita meninggal, apa yang masih bagi kita (di kala datangnya maut itu) dari segala kelezatan yang telah kita rasakan dan kelaraan yang telah kita pikul?.

5. Kembali ke Jalan Ilahi
Sesungguhnya bagi setiap mu'min itu menghendaki untuk bertaubat dan kembali kepada Allah, namun ia mengulur-ngulur dan menanti-nanti, kukatakan: "Apabila aku telah hajji, maka aku akan taubat dan akan kembali". Kemudian aku pikir bahwa aku telah hajji, namun aku belum juga taubat. Dan aku katakan: "Ah nanti apabila aku telah sampai pada umur empat puluh tahun, aku betul-betul akan taubat". Namunsetelah umur empat puluh tahun, belum juga taubat, sampailah aku umur enam puluh tahun tetapi belum taubat, akhirnya sampai tua tidak taubat. Hal ini bukan berarti bahwa aku berada dalam keharaman dengan menumpuk-numpuh dosa, tidak sekali-kali, namun artinya bahwa manusia mengharapkan dirinya akan melakukan kebaikan, namun menanti-nantikannya, menyangka bahwa dalam masalah ajal terdapat pushah (puso, tempo), menganggap bahwa umurnya panjang, padahal maut mengetuknya dengan tiba-tiba, aku pikir bahwa aku mati dua kali, dan baru aku merasakan bagaimana rasanya mati. Sungguh aku menyesal karena waktuku selama ini terbuang percuma tanpa diisi dengan ketaatan; eh malah ketika aku selamat, menurut perasaan masih ada waktu sebulan lagi, jadilah aku dalam waktu itu manusia yang salah, kemudian tenggelamlah aku dua kali dalam kancah hidup. Aku lupa, aku lupa tentang mati.
Semua kita ini lupa mati, di kala kita melihat mayat berpapasan setiap hari, namun kita tidak merasa bahwa kita akan mati, kita berdiri di depan jenazah, namun pikiran kita melayang ke arah dunia.
Sedangkan, mati itu merupakan ketentuan dari manusia semuanya, hanya Dialah yang tidak, padahal manusia mengetahui bahwa dunia adalah menguasainya, dia dikuasai oleh dunia.
Manakala manusia itu hidup maka ia pasti akan mati, umur 60 tahun, 70 tahun, 100 tahun, apakah tidak ada batasnya?. Tidaklah kita mengetahui bahwa setelah 100 tahun itu akan mati?. Nuh as. berda'wah di lingkungan kaumnya selama 950 tahun, kemana sekarang Nuh as itu? Apakah ada yang disisakan oleh dunia ini? Apakah manusia dapat lolos dari pada maut?. Mengapa kita tidak memikirkan tentang mati, dan mempersiapkannya bila tidak boleh tidak kita harus mati?.
Barang siapa yang menghadapi perjalanan yang tidak mengetahui waktunya kecuali ia didorongnya sampai dia itu mempersiapkan diri, maka apabila dipanggil, maka dia menyahutnya?. Engkau melihat pada saat itu engkau berada pada musim panas di Amman, guru-guru Yordania yang telah mengadakan kontrak dengan Pemerintah Saudi Arabia, mereka mengumumkan bahwa kapal terbang yang akan mengangkut mereka akan segera landing, hendaknya bersiap-siap, mempersiapkan perlengkapannya, menaruh koper pakaian di sampingnya, dia siap pada saat panggilan datang, tapi barang siapa yang tidak menghiraukan dan mengulur-ulur waktu, akhirnya ketika ada panggilan, dia mengatakan, tunggu dulu sampai aku datang dari pasar, saya akan membeli barang-barang, aku akan menitipkan keluarga, dan aku akan meminta kepada Pemerintah untuk mengeluarkan pasporku? maka ia tidak memberi tempo lagi, bahkan ia pergi dan meninggalkannya. Namun Malakul maut apabila datang tidak akan meninggalkan dan tidak akan pergi, bahkan dia mengambilnya dengan paksa meskipun kita tidak mau, tidak membiarkan sejam pun, sedetik atau tidak sekejap sekalipun, dan tidak menunda-nunda. Kita tidak tahu kapan datangnya malakul maut menghampiri kita.
Apa itu mati? dan apa hakekatnya? Sesungguhnya hidup manusia ini mempunyai periode/pos, pos pertama yaitu waktu sebagai janin di perut ibu, pos kedua yaitu hidup di dunia ini, pos yang ketiga adalah alam barzah yakni antara hidup di dunia dan akherat, sejak mati sampai hari qiamat, pos berikutnya adalah pos yang abadi, hidup yang sebenarnya yaitu periode akherat, perbandingan periode sebelumnya adalah ibarat periode sesudahnya.
Keluasan dunia ini ibarat kesempitan kandungan ibu, keluasan alam barzah adalah ibarat sempitnya alam dunia, dan luasnya akherat adalah ibarat sempitnya alam barzah. Janin mengira bahwa dunianya adalah perut ibunya, andaikan dia berakal dan berfikir, kemudian ditanya dia akan menjawab bahwa keluarnya dari kandungan ibu adalah kematian yang sebenarnya. Andaikan di dalam kandungan terdapat kembar, kemudian lahir salah satunya sebelum yang lain, dan melihat bahwa ia lahir sebelumnya kemudian berpisah maka dia pasti mengatakan bahwa dia telah mati dan dikubur di dalam alam kelam. Apabila dia melihat ari yang berada di tubuhnya, niscaya ia menganggap bahwa itu adalah saudaranya, dan menangislah dia, sebagaimana seorang ibu ketika melihat jasad anaknya yang dikubur di liang lahad yang dititipkan di dalam tanah, tidak tahu apakah jasad ini seperti ari? baju yang kotor dimasukkan ke dalam tanah entah sampai kapan, dan selesailah kebutuhannya.
Inilah yang dikatakan mati itu, bahwa mati adalah kelahiran baru, keluar dari periode yang lebih panjang dan lebar dari periode hidup ini. Dunia ini hanyalah suatu jalan, hidup kita ibarat orang yang hijrah ke Amerika, dia memperbaiki ruangan tempat tinggal mereka di kapal dan berusaha untuk mendapatkan kesenangannya dan bersungguh-sungguh, namun apakah ia membelanjakan hartanya semua untuk membenahi kamar tidurnya dan melukis temboknya sampai tidak bersisa sedikitpun, kemudian disana dia sebagai pengemis yang papa. Atau dia katakan bahwa tempo kita di kamar ini hanya tinggal seminggu, dan aku suka apa adanya, dan kita akan berjalan-jalan, dan kita menyimpan kekayaan sebagai persediaan membeli rumah yang akan kita tempati di Amerika, karena di sana juga membutuhkan tempat berteduh.
Tahukah anda apa contohnya dunia dan akherat? Amerika mengumumkan pada suatu ketika dalam percobaan nuklir di salah satu pulau di Samudra Hindia, Amerika sudah memperingatkan kepada penduduk setempat lima belas tahun sebelumnya, (atau berapa) di pulau itu terdapat ratusan penduduk nelayan, Amerika meminta agar penduduk mengosongkan tempat mereka atas tanggungan Amerika sejak dari kelengkapan hidup sampai rumah mereka di tempat pemukiman baru yang dituju, atas dasar kesediaan mereka untuk mengosongkan tempat tersebut dan atas perhitungan segala apa yang ada sebelum batas waktu yang ditentukan, kemudian datanglah kapal terbang untuk mengangkut mereka dari pulau tersebut ke pemukiman yang baru.
Diantara mereka ada yang menyatakan kesediaannya untuk mengosongkan dan memperhitungkan segalanya sebelum datang masanya, dan ada yang tidak menghiraukan dan tidak mengindahkan sampai datang pada waktunya, dan ada pula yang mengatakan semuanya itu bohong belaka, tak ada tempat yang disebut Amerika, dunia ini adalah hanya pulau ini, kita tidak boleh meninggalkannya dan kita tidak suka berpisah dari pulau ini; dia lupa bahwa pulau ini akan tercemar semuanya; hal ini akan dapat dirasakan setelah menjadi kenyataan.
Inilah contoh dunia, pertama contoh orang mu'min yang memikirkan untuk bekal akheratnya, dan bersiap-siap bertaubat dan taat selamanya karena akan menemui Tuhannya. Kedua, contohnya orang mu'min yang malas, dan maksiat, dan yang ketiga contohnya orang materialisme yang kafir, yang mengatakan bahwa kehidupan hanyalah di dunia, tidak ada hidup setelah mati, mati adalah tidur yang panjang, istirahat selama-lamanya, kebinasaan yang nyata.
Hal ini bukan berarti Islam menuntut kepada muslim untuk berzuhud kepada dunia yang hanya sekali ini, menghindari jari-jari mereka dari dunia, dan bukan pula mendekam di mesjid tidak keluar, tidak menempati ke tempat berkecimpung sepanjang hayatnya tentang dunia ......... tidak ....... bahkan Islam menuntut kaum muslimin agar berada di dalam peradaban yang baik sebagai pimpinan budaya manusia, dalam harta benda, disuruhnya untuk kaya sekaya-kayanya, dalam ilmu, seluruh ilmu sebagai alimnya ulama, seluruh muslim harus mengetahui hak jasadnya dengan makanan dan olah raga, hak dirinya mendapatkan kesenangan dengan usaha yang halal, hak ahlinya dengan menjaga dan bergaul dengan baik, hak anaknya dengan mendidik, mengarahkan dan kasih sayang, hak sosial dengan bekerja segala apa yang menjadi maslahat, sebagaimana dia mengetahui hak Allah dengan mentauhidkan-Nya dan taat kepada-Nya.
Boleh mengumpulkan harta, namun yang halal, bersenang-senang dengan segala yang baik dan yang diperbolehkan, sehingga hidup di dunia ini adalah yang terbaik dalam keluarganya, dengan syarat tetapnya kebenaran Tauhid, yang imannya tidak kemasukan oleh syirik, baik yang terang-terangan atau samar-samar, benar Islamnya, menjauhi yang haram, menunaikan segala kewajiban, hartanya hanya di tangan bukan di hati, dia bersandar bukan kepada harta, tetapi kepada Tuhannya, hanya ridho Allahlah yang dituju dan yang dicari.

0 comments:

Post a Comment